KELAS : 2EA27
NPM : 10213784
Fungsi Partai Politik.
Di dalam negara moderen, menurut Miriam Budiardjo, parpol mempunyai beberapa fungsi :
1. Sebagai sarana komunikasi politik :
parpol berfungsi menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpang-siuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat moderen yang begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara di pandang pasir apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan “penggabungan kepentingan” (interest aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan, “perumusan kepentingan” (interest articulation).
Di dalam negara moderen, menurut Miriam Budiardjo, parpol mempunyai beberapa fungsi :
1. Sebagai sarana komunikasi politik :
parpol berfungsi menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpang-siuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat moderen yang begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara di pandang pasir apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan “penggabungan kepentingan” (interest aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan, “perumusan kepentingan” (interest articulation).
2. Sebagai sarana Sosialisasi Politik (Instrument
of Political Socializzation).
Di dalam ilmu politik, sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses dari seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik di dalam lingkungan masyarakat dimana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Proses sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah-ceramah penerangan, kursus-kursus kader, kursus penataran, dan sebagainya.
Di dalam ilmu politik, sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses dari seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik di dalam lingkungan masyarakat dimana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Proses sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah-ceramah penerangan, kursus-kursus kader, kursus penataran, dan sebagainya.
3. Sebagai sarana Rekrutmen Politik.
Dalam hal ini parpol berfungsi untuk mencari dang mengajakorang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Juga disuahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik untuk menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership).
Dalam hal ini parpol berfungsi untuk mencari dang mengajakorang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Juga disuahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik untuk menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership).
4. Sebagai sarana pengatur konflik.
Di dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, parpol berusaha untuk mengatasinya.
Di dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, parpol berusaha untuk mengatasinya.
Dalam kasus pertarungan
kubu Abu Rizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono ini nampaknya belum juga menemui
jalannya, dan justru semakin meruncing kepada perpecahan. Pasca sidang Mahkamah
Partai Golkar yang dipimpin oleh senior golkar Prof Muladi, ditambah lagi
dengan adanya surat keputusan dari Menkum-Ham belum juga mampu menghentikan
pertarungan kedua belah kubu, dan justru membuat kubu Ical semakin meradang,
dan membuat upaya benturan politik semakin meluas.
Pasca munculnya surat
keputusan dari Menkum Ham kubu Ical tidak berdiam diri, dengan sigap dan gerak
cepat mengumpulkan DPD I dan II yang diklaim oleh pihaknya dihadiri sekitar 400
orang yang bertajuk rapat konsultasi nasional. Pada situasi yang lain juga
pertarungan antara kedua kubu semakin panas, sebagaimana wawancara langsung di
salah satu stasiun tv kubu Ical yang diwakili oleh Ali Muchtar Ngabalin dan
KubuAgung yang diwakili oleh Yoris Raweyai. Dalam wawancara tersebut mereka
saling tuding bahwa munas mereka lah yang paling sah, dan munas lainnya
“abal-abal”, dan kemudian dari wawancara itu berbuntut panjang sampai terjadi
pemukulan oleh orang yang tidak dikenal kepada Ali Muchtar Ngabalin saat
menghadiri gelar pertemuan di hotel Sahid.
Konsolidasi yang digelar
oleh kubu Ical menyepakati bahwa pihak Ical akan mengajukan gugatan ke
pengadilan Jakarta Barat tentang keabsahan dualisme kepengurusan ini. Pada
situasi yang lain, pihak koalisi KMP yang diwakili oleh Akbar Tanjung dan Amien
Rais pun turun gunung untuk menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah
(menkum Ham) diberbagai media. Mereka menandaskan bahwa pemerintah sesegera
mungkin menghentikan intervensinya kepada Partai Politik yang tengah berkemelut
(Golkar dan PPP), dan memberikan kekeluasaan kepada Partai Politik untuk
menyelesaikan kemelutnya. Selain langkah upaya hukum yang ditempuh, mereka juga
menempuh jalur politik dengan mengelindingkan isu akan mengajukan hak angket
via komisi III untuk menyelidiki keputusan menkum Ham mengenai pengesahan
kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.
Jika kubu Ical sibuk
untuk melakukan counter atas keputusan yang disampaikan oleh MenkumHam, maka
hal berkebalikan dilakukan oleh kubu Agung Laksono. Karena merasa telah
mendapatkan pengakuan secara yuridis atas kepengurusannya di Golkar dari
MenkumHam, mereka langsung mengelar berbagai pertemuan, baik untuk melakukan
konsolidasi maupun safari politik untuk mendapatkan legitimasi dari pihak
eksternal. Langkah Agung Laksono konsolidasi dilakukan untuk kembali menata
ulang dan melakukan restrukturisasi organisasi baik di level DPD I dan DPD II,
hingga tidak segan-segan melakukan pengantian kepengurusan yang dianggap tidak
berpihak dengan kepengurusan Agung Laksono. Untuk membangun legitimasi publik
atas keabsahan kepengurusannya, pihak agung laksono langsung melakukan safari
politik ke Nasdem sekaligus menegaskan bahwa Golkar akan segera merapat ke KIH.
Apa yang akan terjadi di kemudian hari JIka Terus Konflik?
Konflik politik yang
tidak kunjung selesai ini sejatinya telah menggerus banyak tenaga, baik di
internal partai Golkar maupun masyarakat. Rasanya susah sekali untuk move on
dan segera fokus untuk membangun bangsa. Bukan tidak mungkin akan terjadi
perpecahan dalam tubuh Golkar jika terjadi secara berlarut-larut dan bisa saja
Golkar akan tertinggal momentum penting Pilkada langsung. Keberadaan Golkar di
daerah yang masih kuat dan perpecahan yang terjadi di tingkat kepengurusan DPP
akan mengobrak-abrik soliditas partai di level daerah. Sudah barang tentu jika
hal ini terjadi maka Golkar akan tidak dapat apa-apa dalam level pertarungan di
Daerah.
Pada level Nasional pun
saya kira akan terjadi hal yang sama, perpecahan kepengurusan ini akan berdampak
pada soliditas fraksi golkar di senayan, dengan demikian Golkar akan kembali
gigit jari karena tidak akan mendapatkan apa-apa dari pertarungan ini. Justru
yang akan di untungkan adalah partai-partai seperti hal nya Demokrat, Nasdem,
Gerindra, dan lain-lainnya. Selain itu, dari upaya memperoleh kemenangan dari
pertarungan ini akan membuat konsentrasi dan fokus partai Golkar dalam capaian
target partai dalam berbagai pemilu baik Pilkada maupun nasional akan terjadi
penurunan secara drastis, hal ini dikarenakan energi mereka telah habis
terkuras dalam pertarungan internal, juga akan kesulitan untuk mengkonsolidasi
perpecahan di daerah. Dengan demikian dapat diyakini bahwa perolehan suara
partai golkar akan anjlok sebagaimana nasib yang dialami partai Demokrat pada
pemilu yang lalu, dan akan ditinggalkan oleh konstituennya pada saat mendatang.
Sebagai partai yang besar
dan telah kenyang bermain dalam pangung politik, seharusnya mereka sesegera
mungkin bisa keluar dari kemelut ini. Berlarut-larutnya konflik ini tidak akan
membawa keuntungan bagi partai, namun hanya memuaskan hasrat politik sebagian
orang saja dalam upayanya membangun dan mempertahankan kekuasaan. Capain partai
golkar yang pasca reformasi hingga kini tetap dinobatkan sebagai partai
terbesar diantara PDIP dan lainnya, seharusnya disadari sebagai sebuah
kepercayaan masyarakat yang harus tetap dijaga dengan baik. Bukan justru
berkonflik untuk berebut kekuasaan didalam, yang justru akan membawa dampak
kerugian bagi partai sendiri.
Pengaruh Politik Dalam
Pembentukan Hukum di Indonesia
A. Peranan Struktur dan
Infrastruktur Politik
Menurut Daniel S. Lev, yang
paling menentukan dalam proses hukum adalah konsepsi dan struktur kekuasaan
politik. Yaitu bahwa hukum sedikit banyak selalu merupakan alat politik, dan
bahwa tempat hukum dalam negara, tergangtung pada keseimbangan politik,
defenisi kekuasaan, evolusi idiologi politik, ekonomi, sosial, dan seterusnya
(Daniel S. Lev, 1990 : xii).
Walaupun kemudian proses hukum
yang dimaksud tersebut di atas tidak diidentikan dengan maksud pembentukan
hukum, namun dalam prateknya seringkali proses dan dinamika pembentukan hukum
mengalami hal yang sama, yakni konsepsi dan struktur kekuasaan politiklah yang
berlaku di tengah masyarakat yang sangat menentukan terbentuknya suatu produk
hukum. Maka untuk memahami hubungan antara politik dan hukum di negara mana
pun, perlu dipelajari latar belakang kebudayaan, ekonomi, kekuatan politik di
dalam masyarakat, keadaan lembaga negara, dan struktur sosialnya, selain
institusi hukumnya sendiri.
Pengertian hukum yang memadai
seharusnya tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan
azas-azas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula
mencakup lembaga (institutions) dan proses (process) yang
diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan (Lihat Mieke Komar at. al,
2002 : 91).
Dari kenyataan ini disadari,
adanya suatu ruang yang absah bagi masuknya suatu proses politik melalui wadah
institusi politik untuk terbentuknya suatu produk hukum. Sehubungan dengan itu,
ada dua kata kunci yang akan diteliti lebih jauh tentang pengaruh kekuasaan
dalam hukum yakni mencakup kata “process” dan kata“institutions,” dalam
mewujudkan suatu peraturan perundang-undangan sebagai produk politik. Pengaruh
itu akan semakin nampak pada produk peraturan perundang-undang oleh suatu
institusi politik yang sangat dpengarhi oleh kekuata-kekuatan politik yang
besar dalam institusi politik. Sehubungan dengan masalah ini, Miriam Budiarjo
berpendapat bahwa kekuasaan politik diartikan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun
akibat-akibatnya, sesuai dengan pemegang kekuasaan (M.Kusnadi, SH., 2000 :
118). Dalam proses pembentukan peraturan hukum oleh institusi politik peranan
kekuatan politik yang duduk dalam institusi politik itu adalah sangat
menentukan. Institusi politik secara resmi diberikan otoritas untuk membentuk
hukum hanyalah sebuah institusi yang vacum tanpa diisi oleh mereka diberikan
kewenangan untuk itu. karena itu institusi politik hanya alat belaka dari
kelompok pemegang kekuasaan politik. Kekuatan- kekuatan politik dapat dilihat
dari dua sisi yakni sisi kekuasaan yang dimiliki oleh kekuatan politik formal
(institusi politik) dalam hal ini yang tercermin dalam struktur kekuasaan
lembaga negara, seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan lembaga-lembaga
negara lainnya dan sisi kekuatan politik dari infrastruktur politik adalah
seperti: partai politik, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, Lembaga
Swadaya Masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain. Dengan demikian dapatlah
disimpilkan bahwa pembentukan produk hukum adalah lahir dari pengaruh kekuatan
politik melalui proses politik dalam institusi negara yang diberikan otoritas
untuk itu.
Seperti telah diuraikan dalam
bagian terdahulu bahwa teori-teori hukum yang berpengaruh kuat terhadap
konsep-konsep dan implementasi kehidupan hukum di Indonesia adalah teori hukum
positivisme. Pengaruh teori ini dapat dilihat dari dominannya konsep kodifikasi
hukum dalam berbagai jenis hukum yang berlaku di Indonesia bahkan telah
merambat ke sistem hukum internasional dan tradisional (Lili Rasjidi, SH., 2003
: 181). Demikian pula dalam praktek hukum pun di tengah masyarakat, pengaruh
aliran poisitvis adalah sangat dominan. Apa yang disebut hukum selalu dikaitkan
dengan peraturan perundang-undangan, di luar itu, dianggap bukan hukum dan
tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukum. Nilai-nilai dan norma di luar
undang-undang hanya dapat diakui apabila dimungkinkan oleh undang-undang dan
hanya untuk mengisi kekosongan peraturan perundang-undang yang tidak atau belum
mengatur masalah tersebut.
Pengaruh kekuatan-kekuatan
politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang geraknya dengan berlakunya sistem
konstitusional berdasarkan checks and balances, seperti yang dianut
Undang-Undang dasar 1945 (UUD 1945) setelah perubahan. Jika diteliti lebih
dalam materi perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara
adalah mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara,
mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya
berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara.
Sistem yang demikian disebut sistem “checks and balances”, yaitu
pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada
yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama di atur berdasarkan
fungsi-fungsi masing-masing.
Dengan sistem yang demikian,
memberikan kesempatan kepada setiap warga negara yang merasa dirugikan hak
konstitusionalnya oleh produk politik dari instutusi politik pembentuk hukum
untuk mengajukan gugatan terhadap institusi negara tersebut. Dalam hal
pelanggaran tersebut dilakukan melalui pembentukan undang-undang maka dapat
diajukan keberatan kepada Mahkmah Konstitusi dan dalam hal segala produk hukum
dari institusi politik lainnya dibawah undang-undang diajukan kepada Mahkamah
Agung.
Satu catatan penting yang perlu
dikemukakan disini untuk menjadi perhatian para lawmaker adalah
apa yang menjadi keprihatinan Walter Lippmann, yaitu :”Kalu opini umum sampai
mendomonasi pemerintah, maka disanalah terdapat suatu penyelewengan yang
mematikan, penyelewengan ini menimbulkan kelemahan, yang hampir menyerupai
kelumpuhan, dan bukan kemampuan untuk memerintah (Ibid, : 15). Karena itu perlu
menjadi catatan bagi para pembentuk hukum adalah penting memperhatikan suara
dari kelompok masyarakat yang mayoritas yang tidak punya akses untuk
mempengaruhi opini publik, tidak punya akses untuk mempengaruhi kebijakan
politik. Disnilah peranan para wakil rakyat yang terpilih melalui mekanisme
demokrasi yang ada dalam struktur maupun infrastruktur politik untuk menjaga
kepentingan mayoritas rakyat, dan memahami betul norma-norma, kaidah-kaidah,
kepentingan dan kebutuhan rakyat agar nilai-nilai itu menjadi hukum positif.
Sistem Politik Indonesia
Untuk memahami lebih jauh tentang
mekanisme pembentukan hukum di Indonesia, perlu dipahami sistem politik yang
dianut. Sistem politik mencerminkan bagaimana kekuasaan negara dijalankan oleh
lembaga-lembaga negara dan bagaimana meknaisme pengisian jabatan dalam
lembaga-lembaga negara itu dilakukan. Inilah dua hal penting dalam mengenai
sistem politik yang terkait dengan pembentukan hukum.
Beberapa prinsip penting dalam
sistem politik Indonesia yang terkait dengan uraian ini adalah sistem yang
berdasarkan prinsip negara hukum, prinsip konstitusional serta prinsip
demokrasi. Ketiga prinsip ini saling terkait dan saling mendukung, kehilangan
salah satu prinsip saja akan mengakibatkan pincangnya sistem politik ideal yang
dianut. Prinsip negara hukum mengandung tiga unsur utama, yaitu pemisahan
kekuasaan –check and balances – prinsip due process
of law, jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan jaminan serta
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip konstitusional
mengharuskan setiap lembaga-lembaga negara pelaksana kekuasaan negara bergerak
hanya dalam koridor yang diatur konstitusi dan berdasarkan amanat yang
diberikan konstitusi.
Dengan prinsip demokrasi
partisipasi publik/rakyat berjalan dengan baik dalam segala bidang, baik pada
proses pengisian jabatan-jabatan dalam struktur politik, maupun dalam proses
penentuan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh berbagai struktur politik itu.
Karena itu demokrasi juga membutuhkan transparansi (keterbukaan informasi),
jaminan kebebasan dan hak-hak sipil, saling menghormati dan menghargai serta
ketaatan atas aturan dan mekanisme yang disepakati bersama.
Dengan sistem politik yang
demikianlah berbagai produk politik yang berupa kebijakan politik dan peraturan
perundang-undangan dilahirkan. Dalam kerangka paradigmatik yang demikianlah
produk politik sebagai sumber hukum sekaligus sebagai sumber kekuatan
mengikatnya hukum diharapkan – sebagaimana yang dianut aliran positivis – mengakomodir
segala kepentingan dari berbagai lapirsan masyarakat, nilai-nilai moral dan
etik yang diterima umum oleh masyarakat. Sehingga apa yang dimaksud dengan
hukum adalah apa yang ada dalam perundang-undangan yang telah disahkan oleh
institusi negara yang memiliki otoritas untuk itu. Nilai-nilai moral dan etik
dianggap telah termuat dalam perundang-undangan itu karena telah melalui proses
partisipasi rakyat dan pemahaman atas suara rakyat. Dalam hal produk itu
dianggap melanggar norma-norma dan nilai-nilai yang mendasar yang dihirmati
oleh masyarakat dan merugikan hak-hak rakyat yang dijamin konstitusi, maka
rakyat dapat menggugat negara (institusi) tersebut untuk mebatalkan peraturan
yang telah dikeluarkannya dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian nilai
moral dan etik, kepentingan-kentingan rakyat yang ada dalam kenyataan-kenyataan
sosial tetap menjadi hukum yang dicita-citakan yang akan selalui mengontrol dan
melahirkan hukum positif yang baru melalui proses perubahan, koreksi dan
pembentukan perundangan-undangan yang baru.
Kesimpulan
- Memahami hukum Indonesia harus dilihat
dari akar falsafah pemikiran yang dominan dalam kenyataanya tentang
pengertian apa yang dipahami sebagai hukum serta apa yang diyakini sebagai
sumber kekuatan berlakunya hukum. Dari uraian pada bagian terdahulu, tidak
diragukan lagi bahwa apa yang dipahami sebagai hukum dan sumber kekuatan
berlakunya hukum sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme dalam ilmu
hukum yang memandang hukum itu terbatas pada apa yang tertuang dalam peraturan
perundang-undangan atau yang dimungkinkan berlakunya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan, bahkan aliran ini akan terus mengokohkan
dirinya dalam perkembagan sistem hukum Indonesia ke depan. Adapun
nilai-nilai moral dan etika serta kepentingan rakyat dalam
kenyataan-kenyataan sosial di masyarakat hanya sebagai pendorong untuk
terbentuknya hukum yang baru melalui perubahan, koreksi serta pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baru.
- Kenyataan ini menunjukkan bahwa hukum
adat dengan bentuknya yang pada umumnya tidak tertulis, yang sifatnya
religio magis, komun, kontan dan konkrit (visual), sebagai hukum asli
Indonesia semakin tergeser digantikan oleh paham positivis. Menurut
Penulis, berbagai masalah kekecewaan pada penegakan hukum serta kekecewaan
pada aturan hukum sebagian besarnya diakibatkan oleh situasi bergesernya
pemahaman terhadap hukum tersebut serta proses pembentukan hukum dan
putusan-putusan hukum yang tidak demokratis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar