nama: amelia fitri zuhriah
npm: 10213784
kelas: 2ea27
Hak dan kewajiban merupakan suatu instrumen yang
saling terkait, sehingga pelaksanaan hal tersebut harus dilakukan secara
seimbang agar tidak terjadi permasalahan yang akan menyebabkan timbulnya
gejolak masyarakat yang tidak diinginkan .
ISTILAH hak dan kewajiban sudah sama-sama kita ketahui pengertiannya. Dalam konstitusi kita UUD 1945, dalam sistem hukum dan perundang-undangan nasional dan hampir dalam semua sistem sosial kita, penggunaan istilah hak dan kewajiban selalu kita temukan. Secara idial, hak dan kewajiban, kedudukannya seimbang, tetapi dalam prakteknya, banyak kita jumpai antara hak dan kewajiban menjadi tidak seimbang.
Dalam norma sosial, norma hukum, norma politik dan norma ekonomi serta
norma lainnya, baik bersifat mandatory maupun voluntary, soal hak dan kewajiban ini selalu dirumuskan secara implisit dan
eksplisit sesuai keadaan dan kebutuhannya. Membayar iuran sampah dan keamanan
di kampung di RT/RW, adalah kewajiban dan lingkungan yang bersih dan aman,
adalah hak bagi masyarakat untuk mendapatkannya karena mereka telah memenuhi
kewajibannya. Ini contoh sederhana penerapan hak dan kewajiban dalam prespektif
norma sosial.
Hak mendapatkan pekerjaan yang layak bagi setiap warga, adalah contoh hak
yang bersifat mandatory dan ini dinyatakan secara implisit dan eksplisit dalam norma konstitusi dan
hukum sebagaimana dimuat dalam UUD 1945. Dalam konteks ini, negara yang
memiliki kewajiban untuk menjaminnya.
Masih banyak lagi contoh yang dapat kita temukan tentang hal terkait dengan
masalah hak dan kewajiban ini dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan
berbangsa. Pertanyaannya, mengapa ketika realita kehidupan, fenomena mengenai
hak dan kewajiban tidak dapat terwujud dengan mudah seperti yang diidialkan?
Dari sisi kemanusiaan atau dari sisi fitrahnya, secara alamiah soal hak dan
kewajiban selalu ada dan hidup ditengah-tengah masayarakat. Misalnya yang kuat
membantu yang lemah dan yang kaya membantu yang miskin. Disini aspek “hak”
terbaca seperti “tersembunyi” di balik kewajiban. Kosa kata tadi tidak pernah
ditulis dengan kalimat yang lemah berhak dibantu yang kaya atau yang miskin
berhak dibantu yang kaya. Kalau mau didalami lebih lanjut, maka berarti secara
kemanusiaan, kewajiban lebih diutamakan atau lebih dikedepankan dalam aspek
kehidupan manusia, sedangkan hak lebih terkesan “disembunyikan”.
Tentu dalam norma sosial semacam ini terdapat sebuah pelajaran yang sangat
fondamental agar sepirit dalam kehidupan itu mengutamakan lebih baik memberi
daripada menerima, lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah. Inilah
dasar-dasar pelajaran yang berharga bahwa hidup itu lebih baik banyak berbuat,
berkarya agar senantiasa selalu dapat memenuhi kewajiban, baik besar maupun
kecil, baik bersifat materiil maupun sepirituil.
Secara mekanis berarti fenomena tentang hak dan kewajiban biarlah berjalan
sebagaimana fitrahnya dilihat dari norma sosial dan kemanusian. Melembaga dalam
hati nuraninya, qalbunya dan dalam pola pikir dan pola tindak seseorang daalam
kehidupannya. Makanya pada saat kewajiban zakat, infaq dan sodakoh dijalankan
oleh umat Islam atau umat lain, di sisi yang berhak menerima, hampir tidak
pernah ada yang serta merta menuntut karena secara “mekanis”, umat yang merasa
memiliki kewajiban lebih dahulu, telah menjalankan yang menjadi kewajibannya
secara ihlas dan secara self assesment, sehingga hampir tidak pernah terjadi
persoalan.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, soal hak dan kewajiban menjadi
bersifat mandatory karena scr tegas dinyatakan dalam konstitusi dan perundang
undangan. Celakanya, sebagai warga negara, umumnya hanya menuntut apa yang
menjadi hak-nya, sementara pihak penguasa/pemerintah dari sisi lain dapat
segera melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam konstitusi dan
perundang undangan.
Mengapa ekspektasi warga negara menjadi demikian?? Ada beberapa hal yang
dapat menjadi penyebabnya:
1) Masyarakat berpendapat bahwa hak-hak warga negara yang telah diatur dan
ditetapkan dalam konstitusi atau peraturan perundangan sudah sepatutnya para
penyelenggara negara berkewajiban untuk memenuhi hak warga negara sebagai
konsekwensi logis dari pengaturan tersebut.
Secara normatif, penyelenggara negara meresponnya melalui mekanisme
legislasi, yaitu dengan membuat berbagai UU dan bentuknya diwujudkan antara
lain dalam bentuk alokasi APBN seperti yang telah dilakukan pemerintah bersama
DPR mengalokasikan 20% APBN untuk sektor pendidikan.
2) Ekspektasi masyarakat akan hak-haknya sebagai warga negara agar dapat
dipenuhi juga disebabkan agar kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh para
penyelenggara negara benar-benar dapat direalisasikan, tepat sasaran, tepat
jumlah dan tepat waktu.
3) Masyarakat menjadi harap-harap cemas, penuh kekhawatiran kalau apa yang
telah menjadi haknya sebagai warga negara tidak direalisasikan. Kehawatiran ini
cukup realistis, bukan karena hanya semata-mata menuntut haknya, tapi takut
kalau kebijakan dan progam pemerintahnya tidak berjalan optimal, bahkan bisa
dikorupsi.
4) Alasan yang satu ini bisa sangat subyektif, yaitu masyarakat memuntut
haknya karena para pemimpin secara politis seringkali banyak memberikan janji
dan angin surga bahwa kalau terpilih menjadi
presiden/gubernur/bupati/walikota/anggota legislatif dan sebagainya, maka biaya
sekolah akan gratis, biaya pengobatan akan ditanggung pemerintah, harga BBM
dijamin tidak naik, harga kebutuhan pokok dijamin stabil dalam kurun waktu yang
panjang.
Janji-janji semacam ini tidak realistis. Yang memberi janji hanya berfikir
sesaat dan nggak rasional dan yg paling “berbahaya” adalah sangat tidak
edukatif dan menyesatkan bagi masyarakat.
Dalam konteks berbicara tentang hak dan kewajiban tidak boleh dilakukan
secara sembrono, tanpa perhitungan dan tidak bertanggungjawab. Pola berpolitik
dengan mengumbar angin surga dan mudah berjanji (“palsu”) harus segera
diakhiri. Sepanjang hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tetap ada,
maka soal Hak dan Kewajiban juga akan ada dan hidup ditengah- tengah kehidupan
masyarakat karena fitrahnya memang demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar